Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Kelas 11 | Tan Malaka: Bapak Republik yang Jejaknya Sempat Dihapus

kisah tan malaka Artikel ini membahas tentang siapaTan Malaka, kehebatannya dalam menyamar, pergerakan bawah tanah, serta kematiannya -- Salah satu serunya belajar sejarah adalah kita bisa belajar dari cerita-cerita di masa lalu. Sayangnya, dalam sebuah negara, sejarah bisa “diatur” oleh pemerintah. Bukan tidak mungkin sejarah sengaja dibuat kabur dan ditutup-tutupi. Di masa Orde Baru (Soeharto), ada satu sosok yang jejaknya sengaja dhapus, bahkan dihilangkan dari buku sejarah sekolah. Sosok ini bernama Tan Malaka. Dia menghabiskan masa remajanya di Kweekschool (sekolah guru), yang juga dikenal dengan Sekolah Raja di Bukittinggi. Eits, sekolah ini bukan sembarang sekolah, lho. Lazimnya, hanya mereka yang tergolong penting dan priyayi saja yang bisa masuk. (Ya, di masa itu menjadi guru adalah pekerjaan yang keren dan digandrungi sebagian besar masyarakat). Di sana, kecerdasan Tan begitu terpancar. Melihat kejeniusannya, G.H. Horensma, salah satu gurunya membantunya supaya berkuliah di Belanda. Harry Albert Poeze, dalam Tan Malaka, Pergulatan Menuju Republik: 1925-1945 (2000) mengatakan, “G.H. Horensma, yang bersama istrinya amat tertarik kepadanya.” tan malakaSumber: historia.id   Sekembalinya dari Eropa, sosok yang dijuluki Patjar Merah Indonesia ini menjadi guru bahasa melayu bagi anak buruh perkebunan teh dan tembakau di Sanembah, Sumatera Utara. Di sana ia melihat kenyataan hidup rakyat Indonesia. Dia menyaksikan secara langsung penderitaan kaum buruh yang sering ditipu karena tidak pandai berhitung, diperas keringatnya, dan diberi upah rendah. Fakta ini yang membuatnya bergerak. Berbekal pengetahuan yang ia punya, Tan Malaka bergabung dengan Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV), yang menjadi cikal-bakal Partai Komunis Indonesia. Tahun 1920-an, dari Sumatera Utara, Tan berkelana ke Jawa. Sempat menyambangi Yogyakarta, ia lantas berpindah menuju Semarang. Di sana, Tan membangun sekolah untuk anak-anak Sarekat Islam. Ia mengubah ruang rapat menjadi ruang kelas. Buah semangat dan pemikirannya, ia salurkan melalui pendidikan. Tan, dalam tulisannya di Dari Pendjara Ke Pendjara, mengatakan, “Dalam satu dua hari saja saya sudah bisa mulai dengan kurang lebih 50 murid.” Sekolah pertama itu pun menjadi percontohan untuk cabang-cabang sekolah yang lain. Iya, sekolah ciptaannya ini sukses. Bahkan ketika Tan Malaka pergi dari Indonesia, sekolah itu tetap berkembang. Mereka pernah mengadakan perkumpulan dan menghadirkan 40 orang utusan dari 16 sekolah. Jumlah total muridnya mencapai 2500 siswa.   perjalanan dan penyamaran tan malaka Tan Malaka emang benci banget sama ketidakadilan dan kolonialisme. Makanya, ia menjadi buronan Belanda. Hampir setengah hidupnya ia habiskan dengan bersembunyi. Selayaknya agen rahasia, Tan berpindah, membentuk gerakan bawah tanah, bergonta-ganti pekerjaan dan membuat nama samaran supaya nggak ketangkep. Meski begitu, Tan terang-terangan menentang penindasan. Bayangin, gimana bisa coba dia jadi wakil Komintern (Komunis Internasional) untuk Asia Tenggara dan nggak sependapat dengan Stalin, tapi juga harus kabur dari kejaran Belanda. nama samaran tan malaka Selama menjadi wakil Komintern untuk Asia Tenggara, Tan tinggal di Tiongkok. Di sana lah dia menulis konsep bangsa Indonesia ke dalam buku yang berjudul Naar de Republiek Indonesia. Karena ini lah, Tan Malaka disebut sebagai Bapak Republik Indonesia, atau the true founding father of Indonesia. Di dalam bukunya, dia menulis “ramalan” tentang situasi politik internasional antara Jepang dan Amerika yang menyebabkan perang di Pasifik. Situasi yang pas untuk melakukan revolusi terhadap Belanda. Dan kerennya, analisis tersebut benar-benar kejadian. 16 tahun setelah buku itu dicetak, perang pasifik yang membuat gejolak perang dunia II terjadi. siapa tan malaka Masih dalam sesi pengelanaannya, Tan Malaka menulis buku Materialisme, dialektika, dan logika (yang ngetren dengan “Madilog”). Buku ini berisi analisisnya terhadap rakyat Indonesia yang tidak terbiasa berpikir kritis, tidak logis, serta belum mampu berdialog secara baik. Hingga tahun 1942, merasa kondisi Indonesia sudah mulai aman dari kolonial, Tan pulang ke Indonesia. Akhirnya, setelah 20 tahun pelarian dan harapannya akan Republik Indonesia, ia kembali. Dari Malaya Tan menyeberang ke Sumatra, menyusuri sampai Lampung, lalu menumpang perahu Sri Renjet menuju Banten. Dari Banten, Tan pindah ke Jakarta. Ia tinggal di Rawa Jati, dekat pabrik sepatu di Kalibata dan menjadi pedagang buah untuk melihat kehidupan rakyat Indonesia dari bawah. Dari Kalibata, Tan bergerak ke Bayah, Banten, menjadi juru tulis dan pengurus administrasi romusa, sembari bersembunyi dari tentara Jepang dengan, lagi-lagi, membuat nama samaran baru. Kali ini ia memilih “Ilyas Husein”.   kudeta pertama di indonesia Kemerdekaan Indonesia telah berkumandang. Sorak sorai persatuan menjalar seantero negeri. Meski begitu, Tan merasa bahwa Indonesia belum merdeka seutuhnya. Sahut teriakan gembira dari rakyat hanya terdengar riuh dari luar, tapi seperti tidak berjiwa. Ia pun mulai membongkar penyamarannya satu minggu setelah Indonesia merdeka, saat ia bertandang ke rumah Ahmad Soebardjo, teman lamanya. Soebardjo menulis pertemuan itu di autobigorafinya. “…ketika saya mendekatinya, saya kaget. ‘Wah, kau Tan Malaka,’ kata saya. “Saya kira kau sudah mati…,” Tan Malaka menjawab, “Alang-alang toh tak dapat musnah kalau tidak dicabut dengan akar-akarnya.” Baca juga: Ide dan Pemikiran-Pemikiran Proklamasi Kemerdekaan 1945 Sungguh suatu jawaban yang quote-able dan bisa muncul di film-film jagoan. Jawaban yang bisa kita gunakan sehari-hari dan sangat terdengar keren. Contoh: “Udah putus berbulan-bulan kok masih belom bisa move on sih lo?” “Alang-alang toh tak dapat musnah kalau tidak dicabut dengan akar-akarnya…” “…” Lanjut. 9 September bulan depannya, Sekutu mulai mendarat di Jakarta untuk melucuti tentara Jepang. Situasi ini membuat Tan berpikir untuk menggunakan strategi politik dari buku yang dia ciptakan sendiri: Massa Actie. Sekutu pasti jiper kalo Indonesia ngumpulin rakyat dan menggerakkan aksi massa. Maka pada 15 September, terjadilah Rapat Raksasa di Lapangan Ikada (sekarang Monas). rapat raksasa lapangan ikada Sumber: Repro "Impressions of the Fight in Defense of Freedom and Democracy in Indonesia"   Tidak kurang dari 200 ribu masyarakat tumpah memenuhi lapangan, bertemu dengan pemerintah Indonesia saat itu. Penjagaan ketat dilakukan oleh tentara Jepang agar tidak terjadi pertumpahan darah. Popularitas yang tinggi, gagasan besar, serta jiwa revolusioner membuat rekan-rekan Tan mengusulkan agar ia dimasukkan ke dalam Pemerintahan. 23 September, Achmad Soebardjo mengundang Soekarno, Moh Hatta, dan tokoh politik lain ke rumahnya untuk bertemu dengan Tan Malaka. Membuka penyamarannya, Tan mengatakan pentingnya memberi penerangan kepada rakyat tentang perjuangan Republik Indonesia. Pentingnya memberi kabar seluas-luasnya, bahwa Indonesia telah merdeka seutuhnya. Hatta lalu melamarnya untuk menjadi kekasihnya Menteri Penerangan, tapi Tan menjawab, “Di waktu sekarang Saudara berdua, Soekarno-Hatta, sudah tepat itu. Biarlah saya menyokong dari belakang dengan mengerahkan rakyat di belakang Saudara.” Masa-masa akhir 1945 menjadi masa yang panas. Belanda yang membonceng Sekutu perlahan demi perlahan tiba di Indonesia. Kedatangannya mendapat berbagai tanggapan. Rakyat berpikir kalau Belanda akan kembali menjajah. Tapi Sjahrir beserta Soekarno dan Hatta memilih jalan diplomasi. Tan yang bersikap revolusioner merasa gerah dengan keputusan yang diambil kabinet Sjahrir. Begitu juga dengan Jenderal Besar Soedirman yang sependapat. Mereka gemas kepada kabinet Sjahrir yang tidak ingin dengan lantang bilang ke Belanda kalau Indonesia udah merdeka tanpa harus berunding lagi. Apalagi karena waktu itu ada desas-desus masih mau negosiasi tentang batas-mana-sih-yang-diakui-merdeka-dari-Belanda (yang ujungnya ketakutan Tan benaran terjadi lagi: Di perjanjian Linggarjati Belanda cuma mengakui wilayah Indonesia atas Sumatra, Jawa, dan Madura). (function(d,s,id){var js,fjs=d.getElementsByTagName(s)[0];if(d.getElementById(id))return;js=d.createElement(s);js.id=id;js.src='https://embed.playbuzz.com/sdk.js';fjs.parentNode.insertBefore(js,fjs);}(document,'script','playbuzz-sdk'));  
MasTer
MasTer alone

Posting Komentar untuk "Sejarah Kelas 11 | Tan Malaka: Bapak Republik yang Jejaknya Sempat Dihapus"