Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kerajaan Maritim Hindu-Buddha (Bag. 2) | Sejarah Kelas 11

Kerajaan Maritim RG Squad sudah tahu belum tentang sejarah kerajaan maritim Hindu-Buddha di Indonesia? Ada banyak hal menarik yang harus kalian tahu lho tentang sejarah kerajaan-kerajaan maritim Hindu-Buddha. Dengan memelajarinya, kalian bisa tahu seperti apa awal mula bangsa ini terbentuk, tentunya peristiwa-peristiwa pada masa itu sangat menentukan kehidupan bangsa Indonesia hari ini. Sekarang kita simak ya beberapa penjelasan di bawah ini. 
  • Kerajaan Sriwijaya

Pada abad ke-7, muncul kerajaan yang berkembang begitu pesat di wilayah Sumatra, yaitu Kerajaan Sriwijaya. Awalnya Kerajaan Sriwijaya ini muncul setelah munculnya kota-kota perdagangan. Wilayah pantai timur Sumatra merupakan wilayah yang sangat ramai, hal ini dikarenakan wilayah tersebut menjadi salah satu jalur perdagangan. Kerajaan Sriwijaya terletak di Sumatera Selatan tepatnya di Sungai Musi, Palembang. Menurut Prasasti Kedukan Bukit, raja Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang, berhasil menaklukkan daerah Minangatamwan yang diperkirakan saat ini adalah daerah Jambi. Letak Sriwijaya yang cukup strategis mendorong interaksi antara Sriwijaya dengan kerajaan di luar Nusantara, seperti kerajaan Nalanda dan kerajaan Chola dari India. Selain dengan India, Sriwijaya juga melakukan hubungan baik dengan pedagang-pedagang dari Tiongkok yang sering singgah. Perluasan daerah kekuasaan ini, mendorong perekonomian kerajaan menjadi maju. Selain Dapunta Hyang, Sriwijaya pernah dipimpin oleh Raja Balaputradewa yang merupakan keturunan Dinasti Syailendra. Di bawah kepemimpinan Balaputradewa, Sriwijaya menjadi kerajaan yang sangat berjaya. Pada abad ke-7 M, kerajaan Sriwijaya berhasil menguasai jalur perdagangan di Selat Sunda, Selat Malaka, Selat Bangka, dan Laut Jawa. Baca Juga: Sejarah Kerajaan Maritim Hindu-Buddha (Kutai, Tarumanegara, Kalingga) Seperti yang disebutkan dalam Prasasti Ligor yang ditemukan di Ligor, pangkalan kerajaan Sriwijaya berfungsi untuk mengawasi perdagangan di Selat Malaka. Hingga abad ke-8 M, kerajaan Sriwijaya berhasil menguasai jalur perdagangan di Asia Tenggara. Oleh karena kekuasaannya yang sangat luas, Sriwijaya menjadi kerajaan maritim terbesar di seluruh Asia Tenggara. Walaupun kerajaan Sriwijaya merupakan pusat agama Buddha di luar India, Sriwijaya tidak memiliki peninggalan budaya berupa candi-candi atau archa dalam bidang kebudayaan. Kepercayaan kerajaan Sriwijaya merupakan Buddha Mahayana. Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran mulai pada abad ke-13 M, ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan besar seperti kerajaan Siam yang sama-sama menguasai jalur perdagangan. Selain itu, munculnya kerajaan Singasari yang ingin menyatukan wilayah Nusantara, mulai mengirim ekspedisi ke arah barat yang disebut ekspedisi Pamalayu. Aktifitas perdagangan juga sudah mulai berkurang, sehingga para pedagang menyeberang ke daerah Tanah Genting Kra. Kekuasaan Sriwijaya mulai berakhir karena munculnya kerajaan Majapahit dan dihancurkan pada 1377 M. Prasasti kerajaan Sriwijaya kerajaan maritim hindu-buddha
  • Kerajaan Mataram

Kerajaan Mataram merupakan salah satu kerajaan besar bercorak Hindu-Buddha di Jawa. Kerajaan Mataram diperkirakan berdiri selama 196 tahun dan memiliki 17 orang Raja. Raja memiliki gelar khusus seperti narapati yang berarti manusia yang memimpin, sri maharaja yang berasal dari bahasa Sanskerta, rakai dan abhiseka yang semuanya berasal dari India. Raja pertama Mataram adalah Ratu Sanjaya. Pada masa pemerintahan Sanjaya, Kerajaan Mataram Kuno sedang sibuk melakukan perang dengan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya. Menurut Prasasti Canggal, Raja Sanjaya adalah pendiri Mataram Kuno. Ia pun membahas tentang Lingga, yang merupakan lambang dari Dewa Siwa. Sehingga, agama yang dianut pada masa itu adalah Hindu Siwa. Sedangkan dalam Prasasti Balitung, diceritakan nama-nama Raja yang memerintah saat masa Kerajaan Dinasti Sanjaya. Setelah Raja Sanjaya meninggal, pemerintahan Rakai Pikatan naik tahta. Rakai Pikatan ingin menguasai seluruh wilayah Jawa Tengah, namun terhalang karena adanya Kerajaan Syailendra yang dipimpin oleh Balaputradewa. Untuk menyatukan kedua kerajaan ini, Rakai Pikatan meminang putri Pramodhawardani. Namun, Pramodhawardani tetap menyerahkan kekuasaannya kepada Balaputradewa. Sehingga memicu perang saudara antara dua kerajaan tersebut. Setelah Balaputradewa dapat dikalahkan, ia lari ke Sriwijaya. Berdasarkan peninggalan yang berupa Istana Ratu Boko, kerajaan Syailendra terletak di daerah pegunungan. Dalam Prasasti Ratu Boko 856 M diceritakan tentang kekalahan Balaputradewa dalam perang saudara. Setelah itu, pemerintahan selanjutnya dipegang oleh Rakai Panangkaran. Dalam Prasasti Kalasan, Rakai Panagkaran diminta oleh Raja Wisnu untuk mendirikan Candi Kalasan (Candi Buddha). Selama masa pemerintahan Raja Indra, ekspansi politik dijalankan untuk memperluas daerah hingga ke Selat Malaka. Kekuasaan kemudian diturunkan kepada Samaratungga. Pada masa pemerintahannya, dibangunlah Candi Borobudur. Nama Borobudur diperkirakan berasal dari kata Bhumi Sambhara yang artinya gunung dan budhara berarti raja.  Candi Peninggalan Kerajaan Maritim Mataram
  • Kerajaan Medang Kamulan

Kerajaan Medang Kamulan terletak di Jawa Timur, tepatnya di muara sungai Brantas. Kerajaan ini merupakan hasil pemindahan kerajaan Mataram Kuno akibat bencana alam gunung Merapi, dan yang mendirikan adalah Mpu Sindok. Selama masa pemerintahan Mpu Sindok, wilayah kekuasaan kerajaan Medang Kamulan meliputi hampir seluruh wilayah Jawa Timur, seperti Nganjuk bagian barat, Pasuruan bagian timur, Surabaya bagian utara, dan Malang bagian Selatan. Mpu Sindok memiliki gelar Sri Isyanatunggadewa karena mendirikan Dinasti Isyana. Mpu Sindok merupakan keturunan dari Dinasti Sanjaya dari Mataram, namun karena desakan dari Sriwijaya, akhirnya Mpu Sindok memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa Timur. Pada masa pemerintahan Mpu Sindok, aktifitas perdagangan cukup tinggi di Jawa Timur. Sampai masa pemerintahan Dharmawangsa, aktifitas perdagangan meluas sampai keluar daerah Jawa Timur. Ada hal yang perlu kita teladani dari apa yang dilakukan oleh Mpu Sindok. Untuk bidang sosial budayanya, Mpu Sindok mencontohkan bagaimana sikap toleransi. Satu bentuk toleransinya adalah ketika Mpu Sinduk mengizinkan penyusunan kitab Sanghyang Kamahayanikan, yang merupakan kitab suci agama Buddha, padahal Mpu Sindok adalah penganut agama Hindu. Sejarah 11 - Raja-raja Medang Kamulan-1.jpg Ketiga kerajaan maritim Hindu-Buddha ini memiliki corak kehidupan ekonomi yang tidak jauh berbeda, Squad. Kebanyakan masyarakatnya mengandalkan jalur perdagangan juga pertanian. Masing-masing juga memiliki peninggalan-peninggalan dengan corak Hindu-Buddha. Melalui peninggalan-peninggalannya, kita akhirnya memperoleh informasi dan pengetahuan tentang sejarah ketiga kerajaan maritim Hindu-Buddha ini. Nah, buat kamu yang ingin mengetahui banyak lagi pengetahuan sejarah Indonesia, kalian bisa belajar menggunakan video animasi di ruangbelajar. Dengan begitu, kalian bisa mendapat informasi dari tutor yang tentunya berpengalaman, dan juga kalian bisa menghemat waktu. So, cepat berlangganan ya. ruangbelajar hbspt.cta._relativeUrls=true;hbspt.cta.load(2828691, '62700d92-1aae-4202-a1e5-0542d3acc323', {"useNewLoader":"true","region":"na1"}); Sumber Referensi Wardaya. 2009. Cakrawala Sejarah 2 Untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Artikel diperbarui 18 November 2020
MasTer
MasTer alone

Posting Komentar untuk "Kerajaan Maritim Hindu-Buddha (Bag. 2) | Sejarah Kelas 11"